Perjuangan Perempuan Sebelum Kemerdekaan, Cut Nyak Dien Pahlawan Kemerdekaan

Photo of author

By rubiqu


Taukah rubiqu, Nyawa kemerdekaan tidak hanya di kobarkan oleh para pahlawan laki-laki. Namun dalam semangat perjuangan kemerdekaan dan kesejahteraan negri ini, ada peran besar dari perempuan. Walaupun secara pandangan umum perempuan seringkali di pandang sebagai sosok yang lemah baik lemah secara fisik ataupun lemah dalam pengaruh sosial di masyarakat.

Bahkan sejak zaman dahulu perempuan seolah tidak layak mendapatkan haknya dalam hidup berkehidupan. Misalnya saja pada zaman jahiliah saat sebelum nabi Muhammad hidup. Anak perempuan sudah biasa di bunuh. Seolah saat sebuah keluarga melahirkan anak perempuan itu adalah aib bagi keluarga tersebut.

Peradaban Yahudi melihat bahwa wanita merupakan sumber laknat dan bencana karena ia yang menyebabkan Adam terusir dari surga. Peradaban Nasrani menyatakan wanita sebagai makhluk yang tidak memiliki roh suci.

Berbeda halnya dengan setelah kedatangan Islam. Perempuan mempunyai kedudukan yang sama pentingnya seperti laki-laki. Dengan porsi yang telah Alloh tetapkan, peran perempuanpun penting dalam rumah tangga. Bahkan ada istilah perempuan adalah tiang sebuah negri.

Wanita adalah tiangnya negara. jika wanitanya baik, maka negara akan baik dan jika wanita buruk negara akan buruk”.

Dari ungkapan di atas, bahkan baik buruknya sebuah negri itu bisa di lihat dari peran perempuan. Bukan berarti wanita atau perempuan ini harus menjadi pemimpin sebuah negri, namun lebih tepatnya harus bisa menjadi madrasah pertama bagi keluarga. Dari kumpulan keluarga-keluarga yang unggul lah bisa menjadi negri yang unggul yang baik.

Mari kita lihat bagaimana peran perempuan sebelum kemerdekaan Indonesia terjadi. Sosok Cut Nyak Dien tentu sudah tidak asing bagi kita. Beliau adalah sosok pahlawan negri ini yang patut kita contoh. Ia tidak hanya menjadi pahlawan untuk negri ini. Dalam diri cut nyak dien ia adalah sosok yang bervisi misi dalam berumah tangga ataupun bersosialnya.

Di pernikahannya ia tidak hanya jatuh cinta untuk membangun rumah tangga yang sejah tera. Namun cintanya terhadap negri inipun terpelihara dengan baik. Mari kita baca selengkapnya berikut ini

Biografi Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien termasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir tahun 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar. Semasa kecil, Cut Nyak Dien dikenal sebagai gadis yang cantik. Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya Cut Nyak Dien dalam bidang pendidikan agama.

Pada tahun 1863, saat itu Cut Nyak Dien berusia 12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya adalah pemuda yang wawasannya luas dan taat agama. Cut Nyak Dien dan Teuku Ibrahim menikah dan memiliki buah hati seorang laki-laki.

Riwayat sejarah Aceh mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Teuku Ibrahim sering kali meninggalkan Cut Nyak Dien dan anaknya karena melakukan tugas mulia yaitu berjuang melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah meninggalkan Lam Padang, Teuku Ibrahim kembali datang untuk menyerukan perintah mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang aman. Atas seruan dari suaminya itu, Cut Nyak Dien bersama penduduk lainnya kemudian meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875.

Kabar duka menimpa Cut Nyak Dien, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Dengan di tinggalkan oleh suaminya itu tidak menjadikan ia patah semangat. Ia melanjutkan perjuangannya tanpa melalaikan perannya sebagai seorang ibu.

Sampai pada akhirnya selepas wafatnya Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, seorang tokoh pejuang Aceh. Bukan hanya diikatkan dengan tali pernikahan saja, tetapi keduanya bersatu untuk melawan penjajah. Pernikahan antara Cut Nyak Dien dengan Teuku Umar terbilang merupakan kisah yang menarik.

Cut Nyak Dien beralasan ingin berjuang bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya turun ke medan perang untuk melawan kolonial Belanda, bukan hanya ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga saja. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, karena Teuku Umar memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk melawan penjajah, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan dari Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880.

Kedua pernikahan Cut Nyak Dien Bukan hanya tentang romantisme membangun keharmonisan ataupun kesejahteraan rumah tangga. Namun lebih dari itu, pernikahannya dilandasi untuk perjuangan sebuah negri. Sehingga walaupun pada akhirnya Teuku Umarljn gugur di medan peran. Cut Nyak Dien tetap melanjutkan perjuangannya hingga akhir hanyatnya.

Cut Nyak Dien Di Tangkap dan Di Asingkan Belanda

Walaupun orang-orang yang disayanginya telah meninggalkannya, Cut Nyak Dien masih terus melanjutkan pertempurannya selama enam tahun. Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam waktu itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada kesulitan hidup: penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata.

Cut Nyak Dien dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus berupaya melarikan diri dari serangan Belanda. Walaupun Cut Nyak Dien dan pasukan tempurnya mulai melemah karena ancaman demi ancaman yang datang dari Belanda. Sayangnya, panglima pasukannya, Pang Laot berkhianat. Pengkhianat bersama pasukan Belanda lain kemudian mencari keberadaan Cut Nyak Dien. Mereka berhasil menemukan persembunyian Cut Nyak Dien dan kemudian membawa Cut Nyak Dien ke Kutaradja.

Pang Laot meminta kepada Belanda agar Cut Nyak Dien mendapat perlakuan baik oleh Belanda. Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pasukan Cut Nyak Dien terkejut dan bertempur dengan mati-matian, hingga akhirnya Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.

Setelah tertangkap oleh Belanda, Cut Nyak Dien dibawa dan dirawat di Banda Aceh, hidup bersama rakyat Aceh. Penyakit rabun dan encoknya berangsur sembuh.

Belanda melihat jika Cut Nyak Dien tetap di biarkan bersama rakyatnya maka akan membahayakan bagi Belanda. Karena walaupun secara fisik Cut Nyak Dien telah lemah, semangat juangnya untuk menginspirasi lingkungannya masihlah tinggi. Ia tetap memberikan nasehat dan juga mengobarkan semangat perjuangan kepada rakyat untuk melawan Belanda.

Namun, malangnya Cut Nyak Dien dibuang ke tanah Sumedang, Jawa Barat. Cut Nyak Dien ditahan bersama seorang ulama bernama Ilyas dan ulama tersebut segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam agama Islam. Hal itu membuat Cut Nyak Dien dijuluki sebagai “Ibu Perbu”.

Wafatnya Cut Nyak Dien

Di masa pengasingannya beliau tetap mengajar ngaji anak-anak dan juga lingkungannya walaupun beliau sudah tua renta. Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 karena usianya yang sudah tua dan kondisinya yang sering sakit-sakitan. Setelah itu, Cut Nyak Dien dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang.
Mari kita contoh semangat juang dan gigih dari pahlawan kita. Yuk share dan follow instagram @rubiq.official

Tinggalkan komentar